Sebelum kita membahas mengenai desentralisasi itu sendiri alangkah baiknya jika kita memahami apa yang dimaksud dengan sentralisasi terlebih dahulu walau hanya superfisisal. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi (pemerintah pusat). Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi. Desentralisasi juga merupakan transfer kebijakan (perencanaan, pembiayaan, dan pengelolaan) fungsi publik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat. Dapat disimpulkan bahwa sentralisasi berkebalikan dengan desentralisasi.
Pengertian Desentralisasi
Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004, desentralisasi dimaknai sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Bentuk-Bentuk Desentralisasi
1. Devolusi, juga dikenal sebagai desentralisasi politik, mengacu kepada pemberian kuasa atau urusan dari pemerintah nasional kepada pemerintah daerah. Devolusi memberikan beberapa kewenangan penting kepada pemerintah daerah, seperti perpajakan da pelayanan dasar. Devolusi mempunyai pertimbangan utama, yaitu adalah pemberdayaan masyarakat, di mana konstituen lokal diberikan hak untuk menentukan pemerintahan sendiri agar mereka dapat mengelola kesejahteraan mereka dengan lebih baik. Devolusi adalah elemen utama, walaupun bukan satu-satunya.
2. Dekonsentrasi, atau desentralisasi administratif, mengacu kepada desentralisasi kewenangan pemrintah nasional. Di Indonesia, dekonsentrasi dilaksanakan melalui gubernur dan instansi vertikal kementrian nasional. Pendanaan urusan dekonsentrasi di Indonesia utamanya diberikan untuk aktifitas non-fisik seperti koordinasi, perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pengawasan, dan pembinaaan.
3. Delegasi adalah mekanisme desentralisasi di mana beberapa fungsi pemerintahan diberikan kepada pemerintah daerah. Di Indonesia, semua tingkatan pemerintah daerah bertanggung jawab unutk memberikan beberapa pelayanan yang didelegasikan oleh pemerintah nasional. Delegasi di Indonesiaan pendanaan tugas pembantuan diberikan untuk aktifitas-aktifitas fisik, seperti pengadaan aset dan konstruksi fasilitas fisik.
Dampak Desentralisali pada Sistem Kesehatan
Saat ini di Indonesia sedang berlangsung sebuah reformasi yang dipicu oleh adanya UU No 22 dan 25 tahun 1999. UU tersebut jelas akan membawa perubahan besar mengenai peran pemerintah dan swasta dalam pelayanan kesehatan. Dampak perubahan UU tersebut adalah adanya otonomi di daerah di bidang kesehatan yang pada hakikatnya ialah pemberian kewenangan kepada daerah untuk merumuskan dan mengembangkan sistem kesehatan di daerah yang bersangkutabn sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat serta kondisi dan kemampuan daerah.
Menurut Dr Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, Direktur Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM, berbagai pemahaman desentralisasi dan otda pada masa transisi ini mengenai kekuatan-kekuatan pendorong lembaga pelayanan kesehatan dan dampaknya terhadap sistem manajemen lembaga pelayanan kesehatan menjadi penting. Dampak kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan dan pemikiran ke depan dalam berbagai skenario perlu dipahami oleh para pelaku kesehatan di Indonesia.Beberapa bukti empiris di negara lain melaporkan berbagai masalah dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi kesehatan [Ayee, 1996, Gilson 1994, Milles 1989]. Masalah-masalah yang timbul itu disebabkan oleh karena implikasi desentralisasi di sektor kesehatan tidaklah mudah. Ini akan terkait dengan berbegai hal seperti pemahaman akan cara pandang terhadap lembaga-lembaga di sektor kesehatan, apakah menggunakan paradigma good governance atau good corporate. Desentralisasi di bidang teknis jauh lebih sulit dibandingkan desentralisasi di bidang politik. Sebagai contoh setelah terbentuknya DPRD baru dan pemda maka selesai proses desentralisasi di bidang politik, tetapi tidak halnya di bidang teknis kesehatan. Karena makna desentralisasi dalam praktik mempunyai berbagai macam bentuk yang tidak hanya tergantung pada struktur politik pemerintahan dan administrasi, tetapi juga tergantung dari pola organisasi pelayanan kesehatan yang terdapat di masing-masing negara. Dengan demkian desentralisasi tidak hanya sebagai suatu konsep penting dalam manajemen kesehatan, tetapi juga hal yang tidak mudah untuk dipahami. [Ayee 1996, Mills 1989]. Desentralisasi dan sentralisasi merupakan suatu pendulum yang dapat berpindah dari suatu sistem ekstreem ke ekstreem lainnya tergantung dari tuntutan sejarah. [Monrad 1977, Ayee 1996, Gilson dkk 1994, Mills dkk 1989, Trisnantoro, 2000]. Ada berbagai hal menarik yang terkait dengan desentraliwsasi. Isu desentralisasi cenderung membuat lembaga seperti RS, puskesmas termasuk Bapelkes ke arah entrepreneurship. Sementara itu untuk Kanwil dan Kandep dan Dines Kesehatan Kabupaten dan kota akan cenderung menjadi lembaga birokrat yang harus memahami good governance. Namun untuk Dinas Kesehetan ada kemungkinan menjadi semacam holding company dari puskesemas-puskesmas dan berbagai lembaga pelayanan kesehatan yang lain.
Ada kultur yang berbeda pada masing-masing kutub birokratik dengan kutub lembaga usaha. Kultur yang berbeda ini apabila tidak dipahami dapat mengacaukan hubungan antar lembaga dan antar manusia di sektor kesehatan. Diperlukan pemahaman tentang spektrum organisasi dari cara pandang birokrat murni sampai kepada lembaga usaha. Oleh karena berbagai pemahaman tentang desentralisasi tadi terbuka peluang yang menimbulkan masalah, seperti menempatkan isnstitusi pelayanan kesehatan sebagai sumber PAD terbesar bagi suatu daerah. Hal ini pasti menjadi masalah dan rawan bisa memicu protes masyarakat karena tidak diikuti sistem manajeman yang baik yang menuju pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Di satu sisi pemahaman atau persepsi pimpinan tentang desentralisasi bisa beragam dan di sisi lain pemahamannya konsep sehat-sakit. Apakah kesehatan itu pengobatan terhadap penyakit ? Dalam pandangan kesehatan masyarakat, statistik sehat-sakit diasumsikan penduduk sehat sebanyak 85% sedangkan yang sakit 15%, sehingga upaya-upaya preventif mestinya lebih di kedepankan daripada upaya preventif. Tetapi yang terjadi adalah justru dibangunnya rumah-rumah sakit pemerintah yang pengelolaannya tidak profesional oleh para oknum yang memiliki mental "daerah abu-abu", sehingga rumah sakit yang cenderung padat modal terus merugi. Memang misi utamanya dalam fungsi sosial, tetapi begitu mau berorientasi ke badan usaha dihadapkan pada berbagai masalah akibat salah urus tadi. Walapun para pelaku sudah mendapat pengetahuan dan ketrampilan sistem manajemen yang baik melalui berbagai kesempatan dan forum-forum ilmiah (Didy Ariady, SKM, kandidat Magister Kesehatan Program PS UGM, Yogyakarta.)
Referensi
http://organisasi.org/definisi_pengertian_sentralisasi_dan_desentralisasi_ilmu_ekonomi_manajemen
Risalah Desentralisasi May 2009.
Slide kuliah mengenai Global Health And Decentralization oleh Dr Yodi Mahendradhata, MSc, PhD.
http://desentralisasi-kesehatan.net/index.php?option=com_content&view=article&catid=35:arsip-diskusi-200-2009&id=164:opini-dampak-desentralisasi-pada-sistem-kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar